Hikmah Dari 9 Wasiat Nabi Khidir Kepada Nabi Musa AS Dan Siapakah Beliau Sebenarnya?

SIAPAKAH NABI KHIDIR ITU ?
Nabi Khidir AS merupakan Hamba Allah SWT yang sangat khusus, karena beliau adalah salah satu hamba Allah yang ditunda kematiannya dan masih diberi rezeki. Selain itu beliau diutus untuk  memberi pelajaran Makrifat kepada Para Wali, para Sufi, maupun kepada orang  yang dengan tekun mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir dituturkan oleh Al-Qur’an  dalam  Surah Al-Kahf ayat 65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab menceritakan bahawa dia mendengar Nabi Muhammad bersabda:

Nabi Khidir

“Sesungguhnya pada suatu hari, Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu dia ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku” Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”
( Dalam ahli tafsir sepakat, maksud sholeh yang disebutkan dalam ayat ini adalah Nabi Khidir AS)

Sebelum berpisah, Khidir berpesan kepada Musa: “Jadilah kamu seorang yang tersenyum dan bukannya orang yang tertawa. Teruskanlah berdakwah dan janganlah berjalan tanpa tujuan. Janganlah pula apabila kamu melakukan kekhilafan, berputus asa dengan kekhilafan yang telah dilakukan itu. Menangislah disebabkan kekhilafan yang kamu lakukan, wahai Ibnu `Imran.”

Wasiat Nabi Khidir A.s Kepada Nabi Musa A.s

1. “Wahai Musa”, jadilah kamu seorang yang berguna bagi orang lain.
Sebaik-baiknya manusia yang berguna bagi orang lain karena keberadaannya sangat dibutuhkan dan andaikata dia pergi, mereka merasa kehilangan sehingga yang akan dijadikan panutan tidak ada, dan sebagai penggantinya yang setaraf pun tidak ada.

2. Janganlah sekali-kali kamu menjadi orang yang hanya menimbulkan kecemasan diantara mereka sehingga kamu dibenci mereka.
Kerukunan dan ketentraman lingkungan di dambakan disetiap warga. Dan apabila ada seseorang yang membuat resah masyarakat yang menimbulkan kecemasan mereka, kepergiannya tidak akan dinantikan kedatangannya lagi. Dengan kepergiannya, masyarakat merasa tentram, keberadaannya disetiap yang ditempati selalu dibenci dan bahkan di usir.

3. Jadilah kamu orang yang senantiasa menampakkan wajah ceria dan janganlah sampai mengerutkan dahimu kepada mereka.
Muka cemberut dan kusam menunjukkan wajah atau hati sedih dan kurang senang pada keadaan.
Terimalah apa adanya dengan senang hati, jalani saja kehidupan ini dengan ketabahan dan sabar, walaupun pahit dirasa. Kejadian apapun yang kita alami, pasti Allah Swt akan memberikan hikmah dan pelajaran dibaliknya. Dengan demikian kesedihan pun sirna dengan sendirinya, dan wajah kelihatan berseri-seri tampaklah muka ceria.

4. Janganlah kamu keras kepala, atau bekerja tanpa tujuan.
Keras kepala adalah sifat yang harus disingkirkan jauh-jauh, karena bisa mengalahkan sifat-sifat baik lainnya, kalau sifat keras kepala masih mendominasi pada diri yang akibatnya dapat merugikan diri sendiri bekerja pun tak terarah dan sia-sia.

5. Jangan Mencela…
Apabila kamu mencela seseorang, hanya karena kekeliruannya saja. Kemudian tangisi dosa-dosamu.

Menyalahkan orang lain atau mencela tidak diperbolehkan. Pesan Nabi Khidir A.s Ketika hendak berpisah dengan Nabi Musa A.s,
Berlandaskan firman Allah Swt dalam surat Al Insyiqaq ayat 19 :
“Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kejadiannya)”.

Sebagai tambahan “Diriwayatkan bahwa setelah Nabi Khidir A.s hendak mau meninggalkan Nabi Musa A.s, dia (Khidir) berpesan kepadanya: Beliau (Khidir ) Berpesan penjelasannya sebagai berikut:

Pesan yang Pertama.
Manusia diciptakan oleh Allah Swt tingkat demi tingkat, salah satunya tingkat pemahaman belum berubah atau berbeda sebab yang dicela tingkat pemahamannya dibawah yang mencela, tidak dibenarkan mencela atau menyalahkan. Orang semisal kelas 3 disalahkan oleh orang kelas 5. Seharusnya yang kelas 5 mengalah, dan seyogianya ia harus tahu bahwa perbuatan itu kurang benar, maka segeralah mohon ampun kepada Allah dan jangan diulanginya lagi.

Pesan yang ke-Dua.
Wahai Musa, pelajarilah ilmu-ilmu kebenaran agar kamu dapat mengerti apa yang belum kamu fahami, tetapi janganlah sampai kamu jadikan ilmu-ilmu hanya sebagai bahan omongan. (Riwayat Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Asakir).
Faham sesuatu ilmu bukan untuk modal berdebat, menonjolkan sesuatu faham yang berseberangan dan faham yang baru selesai dipelajarinya itu adalah yang paling benar sehingga bangga atas golongannya itu dan mengajak adu argument bahwa dialah yang paling benar sendiri, ini tidak dibenarkan sebab berdebat itu tidak diperbolehkan sebagaimana surat Al Baqarah ayat 139 :
“Katakanlah, apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu, bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati”.

Berseberangan faham yang sudah diyakini tidaklah perlu di usik satu sama lain karena masing-masing sudah kokoh dalam keyakinannya hanya saja ajakan orang-orang yang masih ngambang atau yang belum iman.

Pesan yang ke-Tiga.
Wahai Musa, sesungguhnya orang yang selalu memberi nasehat itu tidak pernah merasa jemu seperti kejemuan orang-orang yang mendengarkan.

Memberi nasehat kepada orang lain janganlah mengharapkan sesuatu imbalan apapun kecuali ridha Allah Swt dan tugas menyampaikan. Tugas menyampaikan dan mensyiarkan agama Allah Swt adalah tugas setiap umat muslim, firman Allah Swt dalam Al-Qur’an surat Al Hajj ayat 32 mengatakan :
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati”.

Dan kita sendiri jangan merasa bosan-bosan untuk menengarkan para penceramah itu termasuk tholabul ilmi yang diwajibkan pada setiap muslim, walaupun ilmunya banyak.

Pesan yang ke-Empat.
Maka janganlah kamu berlama-lama dalam menasehati kaummu. Berilah nasehat singkat, padat, berisi, dan yang penting tidak membosankan. Dan ketahuilah bahwa hatimu itu ibarat sebuah bejana yang harus kamu rawat dan pelihara dari hal-hal yang bisa memecahkannya. Iman didalam hati belum tentu sudah kokoh tanpa djaga dan dirawat dan dipelihara karena lapisan luar hati masih dipenuhi oleh hawa nafsu yang selalu mengajak ke arah perbuatan yang kurang baik. Maka dari itu waspadalah dalam menjaga hati jangan sampai hati terpengaruh dari hasutan syaitan yang cara penyusupan penyerangannya lewat hawa nafsu. Begitu hati sudah terkena pengaruh hawa nafsu pecahlah hati ini. Dan hati-hatilah dalam menjaganya.

Pesan yang ke-Lima.
Kurangilah usaha-usaha duniawimu dan buanglah jauh-jauh dibelakangmu, karena dunia ini bukanlah alam yang akan kamu tempati selamanya. Dunia yang kita tempati ini tidaklah selamanya kita tempati dan setelah selesai hidup kita pun pindah di alam lain, maka kumpulkan amal kebajikan untuk modal menuai di akhirat nanti.
Jangan buang-buang waktu, tanamlah amalmu untuk menggapai kebahagiaan di alam akhirat, apabila tidak ditanami amal kebajikan apa yang diambil disana kita akan rugi di dunia dan di akhirat. Waktu kita di dunia hanya sebentar, tidaklah lama sebagaimana keterangan Al-Qur’an surat An Naziyat ayat 46 :

“Pada hari mereka melihat hari kebangkitan itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) diwaktu sore atau di pagi hari”.

Pesan yang ke-Enam.

Kamu diciptakan adalah untuk mencari tabungan pahala-pahala akhirat nanti.
Semua makhluk yang bernama manusia beramar ma’ruf nahi munkar. Mengerjakan amal yang baik untuk bekal di akhirat serta mencegah hal yang munkar untuk diri sendiri dan dilanjutkan kepada orang lain yang menjalani hal yang munkar yang dilarang. Bersikap ikhlaslah dan bersabar hati menghadapi kemaksiatan yang dilakukan kaummu.

Sabar dalam menghadapi kemaksiatan dilingkungannya, ini bukan berarti diam tetapi sabar dalam bentuk berusaha mencegah dan menggantikan dengan perbuatan yang baik. Apabila mengalami kesulitan, bersabarlah, mencari solusinya dan jalan keluar yang baik.


Pesan yang ke-Tujuh.
Hai Musa, tumpahkanlah seluruh pengetahuan (ilmu) mu, karena tempat yang kosong akan terisi oleh ilmu yang lain. Kewajiban manusia yang berilmu untuk membagi ilmunya kepada orang lain yang membutuhkan, bukan ilmu yang diberikan kepada orang lain itu habis tetapi malah sebaliknya justru bertambah banyak. Apa sebabnya?
Karena, ilmu yang kita berikan kepada orang lain dengan ikhlas dan ridha, Allah Swt pun ridha menambah ilmu Nya kepada orang tersebut.

Pesan yang ke-Delapan.
Janganlah kamu banyak mengomongkan ilmumu itu, karena akan dipisahkan oleh kaum ulama’. Membicarakan ilmu yang sudah dicapai dengan predikat ilmu mukasyafah dengan orang yang diluar kelompoknya yang masih dibawah jauh dari ilmu yang dicapai, maka akan terjadi kurang baik bagi dirinya juga bagi orang lain.

Pendapat mengenai hal ini, Imam Al Ghozali mengatakan, “Pengetahuan-pengetahuan yang begini yang hanya boleh dikemukakan melalui isyarat, tidak diperkenankan untuk diketahui setiap manusia.
Begitulah halnya dengan orang yang berpengetahuan tersebut tersingkap padanya, dia tidak boleh mengungkapkannya kepada orang yang pengetahuan tersebut tidak tersingkap atasnya.” (Sufi dari Z.Z. hal. 181).

Pesan yang ke-Sembilan.
Maka bersikaplah sederhana saja, sebab sederhana itu akan menghalangi aibmu dan akan membukakan taufiq hidayah Allah Swt untukmu. Menjalani kehidupan dengan kesederhanaan ini berarti sudah meninggalkan kehidupan keterikatan dengan keduniawian.

Banyak tokoh-tokoh Sufi yang tadinya hidup dalam kemewahan ditinggalkannya untuk hidup dalam kesederhanaan. Dengan hidup sederhana hatinya tidak disibukkan dengan harta. Ibadah kepada Allah Swt lebih tenang dan khusyu’, dalam pendekatannya kepada Allah Swt serasa tak mengalami kesulitan. Berantaslah kejahilanmu dengan cara membuang sikap masa bodohmu (ketidak pedulian) yang selama ini menyelimutimu.

Dari kisah Khidir ini kita dapat mengambil pelajaran penting. Di antaranya adalah Ilmu merupakan karunia Allah SWT, tidak ada seorang manusia pun yang boleh mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu dibanding yang lainnya. Hal ini dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugrah dari Allah SWT yang diberikan kepada seseorang tanpa harus mempelajarinya (Ilmu Ladunni, yaitu ilmu yang dikhususkan bagi hamba-hamba Allah yang shalih dan terpilih)

Hikmah yang kedua adalah kita perlu bersabar dan tidak terburu-buru untuk mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang dialami. Hikmah ketiga adalah setiap murid harus memelihara adab dengan gurunya. Setiap murid harus bersedia mendengar penjelasan seorang guru dari awal hingga akhir sebelum nantinya dapat bertindak di luar perintah dari guru. Kisah Nabi Khidir ini juga menunjukan bahwa Islam memberikan kedudukan yang sangat istimewa kepada guru.
Sumber:Moeslema.com
Artikel bermanfaat lainnya:

Facebook CommentsShowHide

0 komentar